Selasa, 03 Mei 2016

PENERBITAN BUKU DI INDONESIA


Arum Setyarini 135030700111006

Arti dari kata penerbit dan terbitan tentunya sangat berbeda.  Penerbit adalah subyek yang menghasilakan sebuah bentuk terbitan, sedangkan terbitan sendiri adalah obyek atau hasil dari proses peroduksi yang dihasilakan oleh penerbit tersebut. Baik penerbit ataupun terbitan sendiri terdiri dari berbagai jenis.
Secara umum jenis penerbit dikelompokan menjadi penerbit umum, penerbit terbitan anak, dan penerbit terbitan khusus seperti penerbit buku universitas, penerbit buku sekolah dasar, maupun penerbit karya ilmiah. Namun apabila dilihat berdasarkan statusnya maka jenis penerbit dikelompokan menjadi penerbit swasta dan penerbit pemerintah
Sedangakan untuk jenis terbitan secara umum dikelompokan menjadi terbitan fiksi dan non fiksi. Kemudian apabila didasarkan atas dasar kegunaannya, maka terbitan dikelompokan menjadi buku umum dan buku referensi. 
Kemudian apabila ditanyakan apakah hubungan antara jenis penerbit dan jenis terbitan, maka aka nada suatu jawaban praktis yang mudah dipahami. Yaitu, pada saat ini usaha penerbitan mengkhususkan dirinya pada satu jenis penerbit dan satu jenis terbitan pula.
1.1.   Proses Penerbitan Buku
1.1.1.      Penulis yang ingin menerbitkan karyanya menghubungi penerbit untuk bekerjasama
1.1.2.      Penerbitpun dapat bergerak aktif untuk mencari penulis yang  bersedia memberika karyanya untuk dijadikan bahan utama penerbitan
1.1.3.      Penulis memberiakan naskah karyanya kepada penerbit
1.1.4.      Penerbit meneliti konten kelayakan materi naskah penulis
1.1.5.      Penerbit dan penulis membuat perjanjian kerjasama
1.1.6.      Penerbit melaksanakan tugasnya untuk mendisain naskah penulis agar layak terbit
1.1.7.      Hasil desain penerbit diserahkan kepada pencetak untuk dijadikan bentuk fisik
1.1.8.      Pencetak mencetak dua eksemplar calon cetakan sebagai contoh
1.1.9.      Contoh diberikan kepada penerbit dan penulis untuk disetujui reproduksinya
1.1.10.  Penerbit membayarkan royalti kepada penulis dan pencetak
1.1.11.  Pencetak mencetak masal sesuai jumlah yang disepakati
1.1.12.  Penerbit menjual cetakan tersebut.
1.2.   Sejarah Penerbitan Buku
Secara garis besar usaha penerbitan buku di Indonesia dibagi menjadi tiga jalur yaitu penerbitan karya umum, pendidikan, dan agama. Pada masa penjajahan Belanda penerbitan buku dari berbagai jalur ini didominasi oleh pemerintah Belanda dan sangat minim oleh warga pribumi. Buktinya, hanya karya umum yang boleh ditulis oleh warga pribumi dan itu pun hanya yang berbentuk bahasa daerah. Sedangkan untuk karya umum yang berbahasa melayu didominasi oleh karya penulis ethnis Cina. Kemudian untuk karya pendidikan ditulis sendiri oleh pemerintah Belanda dengan bantuan warga pribumi dengan alasan kepentingan politik. Dan yang terakhir untuk karya agama ditulis oleh ethnis Arab dan lagi-lagi pemerintah Belanda. Ethnis Arab menulis karya agama islam, sedangkan pemerintah Belanda menulis karya agama Protestan.
Walaupun pada saat penjajahan Belanda warga pribumi hanya boleh menulis karya umum, namun mereka melaksanakan usaha penerbitan ini dengan baik. Sebagai contohnya adalah perkembangan pesat usaha penerbitan yang dilakukan di Sumatra Barat dan Medan. Kemudian untuk menyaingi perkembangan ini pemerintah Belanda mendirikan usaha penerbit bernama Penerbit Bacaan Rakyat yang kemudian pada tahun 1908 diubah namanya menjadi Balai Pustaka saat pemerintah Jepang kemudian datang menjajah.
Lima tahun setelah penyerahan kedaulatan, usaha penerbitan oleh pemerintah Belanda masih diijinkan. Namun pada tahun ini pula semakin banyak bermunculan usaha penerbitan yang dilakukan oleh warga pribumi untuk melawan balik usaha penerbitan pemerintah Belanda yang sarat akan unsur politis dan idealis. Kemudian pada tahun 1955 pemerintah pun mulai mendukung usaha penerbitan milik warga pribumi dengan memberiakan berbagai subsidi dan bahan baku produksi penerbitan secara gratis serta menasionalisasikan semua usaha penrbitan pemerintah Belanda.
Namun angin segar penerbitan di Indonesia tidak berjalan lama. Pada tahun 1965 seiring perubahan situsi politik di tanah air, pemerintah orde baru menghapus subsidi yang diberikan. Dan hal ini mengakibatkan seperempat persen dari total penerbit yang ada di Indonesia gulung tikar. Tidak hanya itu, masalah yang dihadapi dunia penerbitan pada era ini pun masih banyak. Contohnya yang pertama adalah kasus sensor yang menyebabkan banyak karya cetak yang gagal diterbitkan. Dan kedua adalah tentang ketidak mampuan pemerintah menjalankan tugasnya yang pada masa itu adalah menerbitkan semua jenis buku pendidikan. Hal ini mengakibatkan kekecauan dalam system pedidikan Indonesia. Namun akhirnya, pemerintah mengijinkan untuk melibatkan pihak Balai Pustaka dan pihak swasta lainnya untuk memenuhi kebutuhan cetakan buku-buku pendidikan. Dan inilah awal kebangkitan dunia penerbitan di Indonesia yang bebas dari sebagai bentuk dominasi baik internal maupun eksternal.
Untuk saat ini, pengembangan dunia penerbitan berjalan sangat cepat. Awalnya memang ada anggapan bahwa penerbit adalah pnecetak buku. Namun untuk paradigm saat ini, antara penerbit dan pencetak itu berbeda. Bahkan di Negara yang lebih maju, ada pengkhususan diri antara penerbit, penyunting naskah, penyunting grafis, pencetak, promoter, bahkan distributornya. Dari sisi teknologinya pun juga semakin berkembang. Karna dalam dunia usaha apapun tidak terkecuali penerbitan, teknologi adalh unsure penting efisiensi dan keberhasilan usaha. Namun dibalik semua perkembangan dunia penerbitan. Mnculah berbagai masalah baru tentunya. Dan hal ini mewajibkan para calon usahawan penerbitan harus memehami dengan sanagat berbagai aspek pengetahuan penerbitan dari beragam sudut pandang pula.

Arti penting aspek hukum didunia penerbitan baik itu hokum pidana atau pun perdata adalah agar usaha penerbitan yang dibangun tidak mengalami kesalahan fatal seperti salah satunya adalah pencabutan izin usaha. Seperti pada contoh kasus yang diteliti oleh tiga ahli hokum Universitas Brawijaya yaitu Ardisetyaning, Ulfa, dan Muhammad Hamidi pada penerbit Graphia Buana, penerbit tersebut melanggar HUH Pidana berlapis. Adapun pasal-pasal yang dilanggar adalah pasal 1365, 1366, dan 1367 Hitab Undang-undang Hukum Pidana.
Untuk pasal 1365 menyatakan “ Tiap perbuatan melanggar hokum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut “. Dari pasal ini penerbit dinyatakan salah karena telah memenuhi unsur kesalahan perbuatan karena menerbitkan sebuah buku yang terindikasi pornografi. Unsure kesalahan karena melakukan kesalahan memasukan artikel terindikasi pornografi kedalam buku pelajaran sekolah dasar, dan terakhir unsure kerugian karena pembeli dalam kasus ini murid sekolah dasar mengalami kerugian immaterial berupa kemungfkinan kerusakan moral anak.
Kemudian pasal 1366 menyatakan “ setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugin yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya” dalam kasus ini editor telah lalai menjalankan tugfasnya karena tidak melakukan uji kelayakan naskah. Dan dalam hal ini penulis artikel tidak bersalah karena ia menulis itu dalam akun blognya sebagai sebuah cerita factual tentang perjuangan seorang wanita korban pemerkosaan dalam membesarkan anaknya.
Dan terakhir pasal 1367 menyatakan “ seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada dibawah pengawasannya ” pasal ini menjelaskan bahwa penerbit juga bertanggungjawab atas kelalaian yang disebabkan editornya. Jadi penerbitpun bertanggung jawab atas hal ini. Walaupun sesungguhnya pihak kepala sekolah, guru, dan kepala dinas pendidikan juga bersalah karena meloloskan buku tersebut tersebar kepada murid-murid sekolah dasar SD Polisi IV dan SD Gunung Gede kota Bogor
Dalam penelitiannya, memang penulis mengusulkan untuk mencabut izin usaha penerbit tersebut. Apabila ditelaah lebih lanjut sebenarnya banyak pihak yang juga patut disalahkan. Namun, alangkah bijaknya jika kita dapat menarik pelajaran agar dapat menjadi penerbit professional yang taat akan hokum.

Pastinya dunia penerbitan erat kaitannya dengan penomoran ISBN. Hal ini dikarenakan ISBN atau International Standart Book Number adalah salah satu kelengkapan menjadi seorang penerbit. Sedangkan pengertian dari ISBN itu sendiri adalah sistem penomoran internasional untuk buku yang dimaksudkan memudahkan pendistribusian dan pencirian buku secara internasional menggunakan sistem computer.
Nomor ISBN memiliki susunan  penomoran dengan system urutan mulai dari nomor identitas Negara, identitas penerbit, dan nomor urut buku terbitan. Untuk nomor identitas negara Indonesia menurut Hernandoko adalah 979 dari Badan Internasional Standart Book Numberb sejak tahun 1986. Sedangkan untuk nomor penerbit bias dilihat pada daftar penerbit yang dikelola Pepustakaan Nasional Republik Indonesia sebagai penanggung jawab ISBN Indonesia. Dan untuk nomor urut buku terbitan disesuaikan oleh penerbit, bahwa ini merupakan terbitan keberapa sejak pertama kali menerbitkan buku. Berdasarkan http://isbn.perpusnas.go.id/ ISBN didapat secara gratis sesuai syarat dan ketentuan yang juga ada pada halaman situs tersebut. Dan berikut merupakan syarat-syarat untuk mendapatkan ISBN :
·         Anggota Baru
ü  Mengisi formulir surat pernyataan disertai dengan stempel penerbit dengan menunjukkan bukti legalitas penerbit atau lembaga yang bertanggung jawab (akta notaris)
ü  Membuat surat pernyataan disertai dengan stempel untuk buku yang akan diterbitkan.
ü  Mengirimkan fotokopi halaman judul, balik halaman judul ( halaman Copyright ) , dan daftar isi, kata pengantar
·         Anggota Lama
Seperti butir ke dua dan tiga pada anggota lama kemudian setelah buku diterbitkan  mengirimkann dua eksemplar dari hasil terbitan tersebut.

Saat ini fenomena overload informasi telah terjadi di seluruh penjuru dunia. Dengan fenomena ini, semua lini kehidupan harus menyesuaikan diri dengannya. Termasuk didalamnya yaitu dunia usaha penerbitan. Penerbit dituntut harus mampu bekerja keras guna memenuhui tuntutan masyarakat akan kebutuhan informasi yang semakin hari semakin meningkat. Pemenuhan ini akan tercapai apabila penerbit mampu menyalurkan terbitan-terbitannya kepada masyarakat. Karna walaupun terbitan yang diterbitkan sangat berkualitas namun tidak sampai kepada masyarakat, maka terbitan tersebut tidak ada artinya sama sekali.
Dan untuk menyampaikan terbitan tersebut agar sampai kepada masyarakat dibutuhkan suatu strategi yang baik. Strategi ini digunakan agar segala proses dalam dunia penerbitan berjalan secara efektif dan efisien. Termasuk didalamnya adalah pemasaran kegiatan pemasaran yang menghubungkan penerbit dengan pembelinya. Dan untuk mengefektif dan mengefisienkan pemasaran dibutuhkan pengatur berupa manajemen pemasaran. Dengan manajemen pemasaran yang efektif dan efisien maka target penjualan pun akan tercapai.
Beberapa usaha penerbitan sudah menyadari dan menjalankan manajemen pemasaran, salah satu contohnya di PT. Erlangga Pekanbaru. Penerbit Erlangga dalam journal berjudul Analisis Pelaksanaan Distribusi Penjualan Produk Percetakan Buku oleh Dicky Febrian, telah membuat manajemen jadwal pelaksanaan distribusi keseluruh pelanggannya dengan baik. Penerbit pun telah menambah jumlah armada pengangkut dan juga pegawainya. Namun walaupun demikian pendistribusiannya masih mendapat banyak  permasalah. Penerbit Erlangga Pekanbaru ini masih belum bias menepati jadwal yang ia buat sendiri. Sehingga banyak pelanggan yang mengeluh akan hal ini.
Karena hal ini, tentu saja keprofesionalan penerbit Erlangga belum dapat diterima dengan baik oleh pelanggannya. Hal ini mengingatkan dunia penerbitan kembali bahwa peran manajemen pemasaran yang baik sangat berpengaruh kepada tingkat profesionalitas penerbit. Jadi untuk lebih meningkatkan daya saing dengan penerbit lain, maka manajer penerbit harusnya menerapkan manajemen pemasaran yang paling dianggap efektif dan efisien.

Selain dari aspek hukum, operasional, dan juga teknis, maka dari aspek teknologi pun penerbit harus memperhatikannya. Karna sudah tidak dipungkiri lagi bahwa teknologi saat ini mempengaruhi pengembangan segala bidang. Hal ini termasuk didalamnya adalah dunia penerbitan. Teknologi di penerbitan digunakan sebagai Tool atau peralatan guna membantu kerja semua pegawai usaha penerbitan tersebut.
Salah satu perkembangan teknologi terbaru dunia penerbitan adalah aplikasi mobile commerce penjualan buku. Aplikasi penjualan buku ini telah di implementasikan di penerbit Pro-U Media Yogyakarta menurut Desyanto dkk pada seminar nasional informatika tahun 2010.
Walaupun memiliki kekurangan berupa ketidak mampuan cisualisasi dan daya proses layaknya personal computer, namun aplikasi ini juga memiliki kelebihan seperti proses transaksi mudah, penerbit memiliki pengendalian atas program, serta pemuasan pelanggan atas pengehmatan waktu dan ruang. Melihat kekurangan dan lebih banyaknya kelebihan dalam aplikasi ini, maka aplikasi ini selayaknya pantas digunakan oleh penrbit-penerbit lainnya guna meningkatkan kualitas usahanya. Dan sejalan dengan itu, yang perlu ditekankan adalah agar para penerbit tidak pernah takut melibatkan perkembangan teknologi dalam pengembangan usahanya. Keterlibatan teknologi dipilih dan disikapi dengan baik pastinya hasilnya pun akan memuaskan.

Apabila semua aspek telah kita usahakan dnegan maksimal, namun yang tidak kalah pentingnya untuk deiperhatiakan adalah dari aspek pelayanan. Karna pelayanan yang baik adalah tujuan akhir dari pelaksanaan suatu usaha. Pelayanan dikatakan baik apabila melebihi ekspektasi pelanggannya. kemudian pelayanan yang buruk adalah pelayanan yang kurang dari ekspektasi pelanggannya. dan terakhir adalah pelayanan yang hanya sama dengan ekspektasi pelanggannya.
Dan untuk mengetahui apakah pelayanan suatu usaha dikatakan biak, buruk, atau biasa saja, dibutuhkan suatu penilaian atas pelayanan tersebut. Dan berikut merupakan 6 akomponen utama dengan 30 atribut penilaian atas pelayanan, apakah dikatakan baik ataukah buruk menurut Budiarto dalam jurnal manajemen teknologi ITB 2013 :

1.      Keandalan
1.1.Tidak menyandung kesalahan cetak
1.2.Tidak mengandung kesalahan pengkutipan ayat
1.3.Rapat-renggang huruf sesuai berat-ringan isi buku
1.4.Tebal-tipis sesuai kebutuhan
1.5.Rapat-renggang huruf sudah tepat
1.6.Sesuai antara judul dan isi
1.7.Padat akan isi
1.8.Pemilihan jenis huruf tepat
1.9.Dijilid dengan baik
1.10.        Menggunbakan kertas berkualitas baik
2.      Kinerja Fungsional
2.1.dapat dijadikan referensi
2.1.Menambah wawasan
2.1.Menambah pengetahuan
2.1.Menjawab rasa ingin tahu
2.1.Dapat dijadikan materi mentoring
2.1.Menunjang aktifis
3.      Estetika
3.1. Lay-out menarik
3.1.Cover menarik
3.1. Tampilan dalam buku menarik
3.1. Huruf tidak membosankan
4.      Kemudahan dan Kenyamanan Pembelian
4.1. Mudah diperoleh
4.1.Tersedia dimana-mana
5.      Harga
1.1.Harga sesuai citra baik atau buruk buku
1.2.Harga terjangkau
1.3.Harga sesuia isi buku
1.4.Harga sesuia tebal buku
6.      Keawetan
6.1.       Isi buku mudah diingat dalam jangka waktu lama
6.2.       Menarik untuk dibaca berulang-ulang kali
6.3.       Isi buku mendorong untuk terus mengacu pada buku tersebut
6.4.       Diterjemahkan dalam bahasa asing dengan baik
Setelah mengukur pelayanan dari penerbit, apabila dirasa nilainya kurang baik maka terdapat beberapa faktor agar pelayanan yang diberikan dapat dikatakan baik dan memuaskan pelanggan. Adapun factor tersebut adalah :
1.        Kinerja fungsional atau performa
2.        Fitur
3.        Keandalan
4.        Ketepatan
5.        Keawetan
6.        Tingkat mampu layan
7.        Estetika
8.        Persepsi
Apabila sebuah usaha penerbitan telah mampu memahami lalu menerapkan berbagai aspek ynag telah dijelaskan sebelumnya, maka diharapkan dalam menjalankan usahanya akan menjadi lebih berkembang. Apabila para penerbit-penerbit ini telah menjadi penerbit yang professional, maka besar kemungkinan peningkatn peluang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat juga semakin besar. Karna dari penerbit yang baik tercipta informasi yang baik. Dan informasi yang baik akan menciptakan masyarakat yang berpengetahuan  dan berkehidupan yang juga baik.

















Ardisetyaning C. P. , Ulfa A. , M. Hamidi M. 2013. Dalam jurnal “Pertanggung Jawaban Hukum Penerbit Terhadap Isi Buku Pelajaran yang Terindikasi Pornografi (Dalam Aspek Keperdataan”. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
Budiarto Subroto.2003. Dalam jurnal “ Penelitian Kepuasan Pelnggan Penerbit Buku-buku Islami (tinjauan sekmen pasar mahasiswa ITB)  ” Jurnal Manajemen Teknologi ITB Vol. 3.
Desyanto B. , Budi S. , Fajar K. 2010. Dalam Seminar Nasional Informatika “ Aplikasi Mobile Commerce Penjualan Buku ( Study Kasus Penerbit Pro-U Media Yogyakarta “ Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Yogyakarta.
Dicky Febrian. 2014. Dalam jurnal “ Analisis Pelaksanaan Distribusi Penjualan Produk Percetakan Buku. Studi Kasus Kantor Perwakilan PT. Erlangga di Pekanbaru  ” jurnal FISIP Universita Riau Vol. 1 No. 2.
Hernandono. 1986. Dalam “ Penjatahan Nomor Pengenal Penerbit Indonesia pada Sistem Nomor Buku Internasional (ISBN)   ” jurnal Baca PDII-LIPI  Vol. 3-4.
Ikatan Pustakawan Indonesia. 2016. Diakses melalui http://www.ikapi.org/ pada tanggal 24 Maret 2016.

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. 2016. Diakses melalui http://isbn.perpusnas.go.id/ pada tanggal 25 Maret 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar