Arum Setyarini
135030700111006
Arti dari kata penerbit
dan terbitan tentunya sangat berbeda.
Penerbit adalah subyek yang menghasilakan sebuah bentuk terbitan,
sedangkan terbitan sendiri adalah obyek atau hasil dari proses peroduksi yang
dihasilakan oleh penerbit tersebut. Baik penerbit ataupun terbitan sendiri
terdiri dari berbagai jenis.
Secara umum jenis
penerbit dikelompokan menjadi penerbit umum, penerbit terbitan anak, dan
penerbit terbitan khusus seperti penerbit buku universitas, penerbit buku
sekolah dasar, maupun penerbit karya ilmiah. Namun apabila dilihat berdasarkan
statusnya maka jenis penerbit dikelompokan menjadi penerbit swasta dan penerbit
pemerintah
Sedangakan untuk jenis
terbitan secara umum dikelompokan menjadi terbitan fiksi dan non fiksi.
Kemudian apabila didasarkan atas dasar kegunaannya, maka terbitan dikelompokan
menjadi buku umum dan buku referensi.
Kemudian apabila
ditanyakan apakah hubungan antara jenis penerbit dan jenis terbitan, maka aka
nada suatu jawaban praktis yang mudah dipahami. Yaitu, pada saat ini usaha
penerbitan mengkhususkan dirinya pada satu jenis penerbit dan satu jenis
terbitan pula.
1.1. Proses
Penerbitan Buku
1.1.1. Penulis
yang ingin menerbitkan karyanya menghubungi penerbit untuk bekerjasama
1.1.2. Penerbitpun
dapat bergerak aktif untuk mencari penulis yang
bersedia memberika karyanya untuk dijadikan bahan utama penerbitan
1.1.3. Penulis
memberiakan naskah karyanya kepada penerbit
1.1.4. Penerbit
meneliti konten kelayakan materi naskah penulis
1.1.5. Penerbit
dan penulis membuat perjanjian kerjasama
1.1.6. Penerbit
melaksanakan tugasnya untuk mendisain naskah penulis agar layak terbit
1.1.7. Hasil
desain penerbit diserahkan kepada pencetak untuk dijadikan bentuk fisik
1.1.8. Pencetak
mencetak dua eksemplar calon cetakan sebagai contoh
1.1.9. Contoh
diberikan kepada penerbit dan penulis untuk disetujui reproduksinya
1.1.10. Penerbit
membayarkan royalti kepada penulis dan pencetak
1.1.11. Pencetak
mencetak masal sesuai jumlah yang disepakati
1.1.12. Penerbit
menjual cetakan tersebut.
1.2. Sejarah
Penerbitan Buku
Secara
garis besar usaha penerbitan buku di Indonesia dibagi menjadi tiga jalur yaitu
penerbitan karya umum, pendidikan, dan agama. Pada masa penjajahan Belanda
penerbitan buku dari berbagai jalur ini didominasi oleh pemerintah Belanda dan
sangat minim oleh warga pribumi. Buktinya, hanya karya umum yang boleh ditulis
oleh warga pribumi dan itu pun hanya yang berbentuk bahasa daerah. Sedangkan
untuk karya umum yang berbahasa melayu didominasi oleh karya penulis ethnis
Cina. Kemudian untuk karya pendidikan ditulis sendiri oleh pemerintah Belanda
dengan bantuan warga pribumi dengan alasan kepentingan politik. Dan yang
terakhir untuk karya agama ditulis oleh ethnis Arab dan lagi-lagi pemerintah
Belanda. Ethnis Arab menulis karya agama islam, sedangkan pemerintah Belanda menulis
karya agama Protestan.
Walaupun
pada saat penjajahan Belanda warga pribumi hanya boleh menulis karya umum,
namun mereka melaksanakan usaha penerbitan ini dengan baik. Sebagai contohnya
adalah perkembangan pesat usaha penerbitan yang dilakukan di Sumatra Barat dan
Medan. Kemudian untuk menyaingi perkembangan ini pemerintah Belanda mendirikan
usaha penerbit bernama Penerbit Bacaan Rakyat yang kemudian pada tahun 1908
diubah namanya menjadi Balai Pustaka saat pemerintah Jepang kemudian datang
menjajah.
Lima
tahun setelah penyerahan kedaulatan, usaha penerbitan oleh pemerintah Belanda
masih diijinkan. Namun pada tahun ini pula semakin banyak bermunculan usaha
penerbitan yang dilakukan oleh warga pribumi untuk melawan balik usaha
penerbitan pemerintah Belanda yang sarat akan unsur politis dan idealis.
Kemudian pada tahun 1955 pemerintah pun mulai mendukung usaha penerbitan milik
warga pribumi dengan memberiakan berbagai subsidi dan bahan baku produksi
penerbitan secara gratis serta menasionalisasikan semua usaha penrbitan
pemerintah Belanda.
Namun
angin segar penerbitan di Indonesia tidak berjalan lama. Pada tahun 1965
seiring perubahan situsi politik di tanah air, pemerintah orde baru menghapus
subsidi yang diberikan. Dan hal ini mengakibatkan seperempat persen dari total
penerbit yang ada di Indonesia gulung tikar. Tidak hanya itu, masalah yang
dihadapi dunia penerbitan pada era ini pun masih banyak. Contohnya yang pertama
adalah kasus sensor yang menyebabkan banyak karya cetak yang gagal diterbitkan.
Dan kedua adalah tentang ketidak mampuan pemerintah menjalankan tugasnya yang
pada masa itu adalah menerbitkan semua jenis buku pendidikan. Hal ini
mengakibatkan kekecauan dalam system pedidikan Indonesia. Namun akhirnya,
pemerintah mengijinkan untuk melibatkan pihak Balai Pustaka dan pihak swasta
lainnya untuk memenuhi kebutuhan cetakan buku-buku pendidikan. Dan inilah awal
kebangkitan dunia penerbitan di Indonesia yang bebas dari sebagai bentuk
dominasi baik internal maupun eksternal.
Untuk
saat ini, pengembangan dunia penerbitan berjalan sangat cepat. Awalnya memang
ada anggapan bahwa penerbit adalah pnecetak buku. Namun untuk paradigm saat
ini, antara penerbit dan pencetak itu berbeda. Bahkan di Negara yang lebih
maju, ada pengkhususan diri antara penerbit, penyunting naskah, penyunting
grafis, pencetak, promoter, bahkan distributornya. Dari sisi teknologinya pun
juga semakin berkembang. Karna dalam dunia usaha apapun tidak terkecuali
penerbitan, teknologi adalh unsure penting efisiensi dan keberhasilan usaha.
Namun dibalik semua perkembangan dunia penerbitan. Mnculah berbagai masalah
baru tentunya. Dan hal ini mewajibkan para calon usahawan penerbitan harus
memehami dengan sanagat berbagai aspek pengetahuan penerbitan dari beragam
sudut pandang pula.
Arti penting aspek hukum didunia
penerbitan baik itu hokum pidana atau pun perdata adalah agar usaha penerbitan
yang dibangun tidak mengalami kesalahan fatal seperti salah satunya adalah
pencabutan izin usaha. Seperti pada contoh kasus yang diteliti oleh tiga ahli
hokum Universitas Brawijaya yaitu Ardisetyaning, Ulfa, dan Muhammad Hamidi pada
penerbit Graphia Buana, penerbit tersebut melanggar HUH Pidana berlapis. Adapun
pasal-pasal yang dilanggar adalah pasal 1365, 1366, dan 1367 Hitab Undang-undang
Hukum Pidana.
Untuk pasal 1365 menyatakan “ Tiap
perbuatan melanggar hokum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut “. Dari pasal ini penerbit dinyatakan salah karena telah
memenuhi unsur kesalahan perbuatan karena menerbitkan sebuah buku yang
terindikasi pornografi. Unsure kesalahan karena melakukan kesalahan memasukan
artikel terindikasi pornografi kedalam buku pelajaran sekolah dasar, dan
terakhir unsure kerugian karena pembeli dalam kasus ini murid sekolah dasar
mengalami kerugian immaterial berupa kemungfkinan kerusakan moral anak.
Kemudian pasal 1366 menyatakan “
setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugin yang disebabkan
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang
hati-hatinya” dalam kasus ini editor telah lalai menjalankan tugfasnya karena
tidak melakukan uji kelayakan naskah. Dan dalam hal ini penulis artikel tidak
bersalah karena ia menulis itu dalam akun blognya sebagai sebuah cerita factual
tentang perjuangan seorang wanita korban pemerkosaan dalam membesarkan anaknya.
Dan terakhir pasal 1367 menyatakan
“ seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan
perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan
orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang
berada dibawah pengawasannya ” pasal ini menjelaskan bahwa penerbit juga
bertanggungjawab atas kelalaian yang disebabkan editornya. Jadi penerbitpun
bertanggung jawab atas hal ini. Walaupun sesungguhnya pihak kepala sekolah,
guru, dan kepala dinas pendidikan juga bersalah karena meloloskan buku tersebut
tersebar kepada murid-murid sekolah dasar SD Polisi IV dan SD Gunung Gede kota
Bogor
Dalam penelitiannya, memang penulis
mengusulkan untuk mencabut izin usaha penerbit tersebut. Apabila ditelaah lebih
lanjut sebenarnya banyak pihak yang juga patut disalahkan. Namun, alangkah
bijaknya jika kita dapat menarik pelajaran agar dapat menjadi penerbit
professional yang taat akan hokum.
Pastinya dunia
penerbitan erat kaitannya dengan penomoran ISBN. Hal ini dikarenakan ISBN atau
International Standart Book Number adalah salah satu kelengkapan menjadi
seorang penerbit. Sedangkan pengertian dari ISBN itu sendiri adalah sistem
penomoran internasional untuk buku yang dimaksudkan memudahkan pendistribusian
dan pencirian buku secara internasional menggunakan sistem computer.
Nomor ISBN memiliki
susunan penomoran dengan system urutan
mulai dari nomor identitas Negara, identitas penerbit, dan nomor urut buku
terbitan. Untuk nomor identitas negara Indonesia menurut Hernandoko adalah 979
dari Badan Internasional Standart Book Numberb sejak tahun 1986. Sedangkan
untuk nomor penerbit bias dilihat pada daftar penerbit yang dikelola
Pepustakaan Nasional Republik Indonesia sebagai penanggung jawab ISBN
Indonesia. Dan untuk nomor urut buku terbitan disesuaikan oleh penerbit, bahwa
ini merupakan terbitan keberapa sejak pertama kali menerbitkan buku.
Berdasarkan http://isbn.perpusnas.go.id/
ISBN didapat secara gratis sesuai syarat dan ketentuan yang juga ada pada
halaman situs tersebut. Dan berikut merupakan syarat-syarat untuk mendapatkan
ISBN :
·
Anggota Baru
ü Mengisi
formulir surat pernyataan disertai dengan stempel penerbit dengan menunjukkan
bukti legalitas penerbit atau lembaga yang bertanggung jawab (akta notaris)
ü Membuat
surat pernyataan disertai dengan stempel untuk buku yang akan diterbitkan.
ü Mengirimkan
fotokopi halaman judul, balik halaman judul ( halaman Copyright ) , dan daftar isi, kata pengantar
·
Anggota Lama
Seperti butir ke dua
dan tiga pada anggota lama kemudian setelah buku diterbitkan mengirimkann dua eksemplar dari hasil terbitan
tersebut.
Saat ini fenomena
overload informasi telah terjadi di seluruh penjuru dunia. Dengan fenomena ini,
semua lini kehidupan harus menyesuaikan diri dengannya. Termasuk didalamnya
yaitu dunia usaha penerbitan. Penerbit dituntut harus mampu bekerja keras guna
memenuhui tuntutan masyarakat akan kebutuhan informasi yang semakin hari
semakin meningkat. Pemenuhan ini akan tercapai apabila penerbit mampu
menyalurkan terbitan-terbitannya kepada masyarakat. Karna walaupun terbitan yang
diterbitkan sangat berkualitas namun tidak sampai kepada masyarakat, maka
terbitan tersebut tidak ada artinya sama sekali.
Dan untuk menyampaikan
terbitan tersebut agar sampai kepada masyarakat dibutuhkan suatu strategi yang
baik. Strategi ini digunakan agar segala proses dalam dunia penerbitan berjalan
secara efektif dan efisien. Termasuk didalamnya adalah pemasaran kegiatan
pemasaran yang menghubungkan penerbit dengan pembelinya. Dan untuk mengefektif
dan mengefisienkan pemasaran dibutuhkan pengatur berupa manajemen pemasaran.
Dengan manajemen pemasaran yang efektif dan efisien maka target penjualan pun
akan tercapai.
Beberapa usaha
penerbitan sudah menyadari dan menjalankan manajemen pemasaran, salah satu
contohnya di PT. Erlangga Pekanbaru. Penerbit Erlangga dalam journal berjudul
Analisis Pelaksanaan Distribusi Penjualan Produk Percetakan Buku oleh Dicky
Febrian, telah membuat manajemen jadwal pelaksanaan distribusi keseluruh
pelanggannya dengan baik. Penerbit pun telah menambah jumlah armada pengangkut
dan juga pegawainya. Namun walaupun demikian pendistribusiannya masih mendapat
banyak permasalah. Penerbit Erlangga
Pekanbaru ini masih belum bias menepati jadwal yang ia buat sendiri. Sehingga
banyak pelanggan yang mengeluh akan hal ini.
Karena hal ini, tentu
saja keprofesionalan penerbit Erlangga belum dapat diterima dengan baik oleh
pelanggannya. Hal ini mengingatkan dunia penerbitan kembali bahwa peran
manajemen pemasaran yang baik sangat berpengaruh kepada tingkat profesionalitas
penerbit. Jadi untuk lebih meningkatkan daya saing dengan penerbit lain, maka
manajer penerbit harusnya menerapkan manajemen pemasaran yang paling dianggap
efektif dan efisien.
Selain dari aspek
hukum, operasional, dan juga teknis, maka dari aspek teknologi pun penerbit
harus memperhatikannya. Karna sudah tidak dipungkiri lagi bahwa teknologi saat
ini mempengaruhi pengembangan segala bidang. Hal ini termasuk didalamnya adalah
dunia penerbitan. Teknologi di penerbitan digunakan sebagai Tool atau peralatan
guna membantu kerja semua pegawai usaha penerbitan tersebut.
Salah satu perkembangan
teknologi terbaru dunia penerbitan adalah aplikasi mobile commerce penjualan
buku. Aplikasi penjualan buku ini telah di implementasikan di penerbit Pro-U
Media Yogyakarta menurut Desyanto dkk pada seminar nasional informatika tahun
2010.
Walaupun memiliki
kekurangan berupa ketidak mampuan cisualisasi dan daya proses layaknya personal
computer, namun aplikasi ini juga memiliki kelebihan seperti proses transaksi
mudah, penerbit memiliki pengendalian atas program, serta pemuasan pelanggan
atas pengehmatan waktu dan ruang. Melihat kekurangan dan lebih banyaknya
kelebihan dalam aplikasi ini, maka aplikasi ini selayaknya pantas digunakan
oleh penrbit-penerbit lainnya guna meningkatkan kualitas usahanya. Dan sejalan
dengan itu, yang perlu ditekankan adalah agar para penerbit tidak pernah takut
melibatkan perkembangan teknologi dalam pengembangan usahanya. Keterlibatan
teknologi dipilih dan disikapi dengan baik pastinya hasilnya pun akan
memuaskan.
Apabila semua aspek
telah kita usahakan dnegan maksimal, namun yang tidak kalah pentingnya untuk
deiperhatiakan adalah dari aspek pelayanan. Karna pelayanan yang baik adalah
tujuan akhir dari pelaksanaan suatu usaha. Pelayanan dikatakan baik apabila
melebihi ekspektasi pelanggannya. kemudian pelayanan yang buruk adalah
pelayanan yang kurang dari ekspektasi pelanggannya. dan terakhir adalah
pelayanan yang hanya sama dengan ekspektasi pelanggannya.
Dan untuk mengetahui
apakah pelayanan suatu usaha dikatakan biak, buruk, atau biasa saja, dibutuhkan
suatu penilaian atas pelayanan tersebut. Dan berikut merupakan 6 akomponen
utama dengan 30 atribut penilaian atas pelayanan, apakah dikatakan baik ataukah
buruk menurut Budiarto dalam jurnal manajemen teknologi ITB 2013 :
1. Keandalan
1.1.Tidak
menyandung kesalahan cetak
1.2.Tidak
mengandung kesalahan pengkutipan ayat
1.3.Rapat-renggang
huruf sesuai berat-ringan isi buku
1.4.Tebal-tipis
sesuai kebutuhan
1.5.Rapat-renggang
huruf sudah tepat
1.6.Sesuai
antara judul dan isi
1.7.Padat
akan isi
1.8.Pemilihan
jenis huruf tepat
1.9.Dijilid
dengan baik
1.10.
Menggunbakan kertas
berkualitas baik
2. Kinerja
Fungsional
2.1.dapat
dijadikan referensi
2.1.Menambah
wawasan
2.1.Menambah
pengetahuan
2.1.Menjawab
rasa ingin tahu
2.1.Dapat
dijadikan materi mentoring
2.1.Menunjang
aktifis
3. Estetika
3.1.
Lay-out menarik
3.1.Cover
menarik
3.1.
Tampilan dalam buku menarik
3.1.
Huruf tidak membosankan
4. Kemudahan
dan Kenyamanan Pembelian
4.1.
Mudah diperoleh
4.1.Tersedia
dimana-mana
5. Harga
1.1.Harga
sesuai citra baik atau buruk buku
1.2.Harga
terjangkau
1.3.Harga
sesuia isi buku
1.4.Harga
sesuia tebal buku
6. Keawetan
6.1. Isi
buku mudah diingat dalam jangka waktu lama
6.2. Menarik
untuk dibaca berulang-ulang kali
6.3. Isi
buku mendorong untuk terus mengacu pada buku tersebut
6.4. Diterjemahkan
dalam bahasa asing dengan baik
Setelah mengukur
pelayanan dari penerbit, apabila dirasa nilainya kurang baik maka terdapat
beberapa faktor agar pelayanan yang diberikan dapat dikatakan baik dan
memuaskan pelanggan. Adapun factor tersebut adalah :
1.
Kinerja fungsional atau
performa
2.
Fitur
3.
Keandalan
4.
Ketepatan
5.
Keawetan
6.
Tingkat mampu layan
7.
Estetika
8.
Persepsi
Apabila sebuah usaha
penerbitan telah mampu memahami lalu menerapkan berbagai aspek ynag telah
dijelaskan sebelumnya, maka diharapkan dalam menjalankan usahanya akan menjadi
lebih berkembang. Apabila para penerbit-penerbit ini telah menjadi penerbit
yang professional, maka besar kemungkinan peningkatn peluang untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat juga semakin besar. Karna dari penerbit yang baik
tercipta informasi yang baik. Dan informasi yang baik akan menciptakan
masyarakat yang berpengetahuan dan
berkehidupan yang juga baik.
Ardisetyaning
C. P. , Ulfa A. , M. Hamidi M. 2013. Dalam jurnal “Pertanggung Jawaban Hukum
Penerbit Terhadap Isi Buku Pelajaran yang Terindikasi Pornografi (Dalam Aspek
Keperdataan”. Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
Budiarto
Subroto.2003. Dalam jurnal “ Penelitian Kepuasan Pelnggan Penerbit Buku-buku
Islami (tinjauan sekmen pasar mahasiswa ITB)
” Jurnal Manajemen Teknologi ITB Vol. 3.
Desyanto
B. , Budi S. , Fajar K. 2010. Dalam Seminar Nasional Informatika “ Aplikasi
Mobile Commerce Penjualan Buku ( Study Kasus Penerbit Pro-U Media Yogyakarta “
Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Yogyakarta.
Dicky Febrian. 2014. Dalam jurnal “
Analisis Pelaksanaan Distribusi Penjualan Produk Percetakan Buku. Studi Kasus
Kantor Perwakilan PT. Erlangga di Pekanbaru
” jurnal FISIP Universita Riau Vol. 1 No. 2.
Hernandono.
1986. Dalam “ Penjatahan Nomor Pengenal Penerbit Indonesia pada Sistem Nomor
Buku Internasional (ISBN) ” jurnal Baca
PDII-LIPI Vol. 3-4.
Ikatan
Pustakawan Indonesia. 2016. Diakses melalui http://www.ikapi.org/
pada tanggal 24 Maret 2016.
Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia. 2016. Diakses melalui http://isbn.perpusnas.go.id/ pada
tanggal 25 Maret 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar